Rabu, 01 September 2010

Learn helplessness (belajar tidak berdaya)

Kawan2, pernahkah kalian merasa serba-salah dalam berusaha memecahkan masalah hingga berakhir pada suatu perasaan tidak berdaya? Lalu apa ini suatu hal yang normal? Proses apa yang melatarbelakangi perasaan tidak berdaya ini? Berikut akan saya paparkan teori learn helplessness (belajar tidak berdaya) yang berkaitan dengan masalah di atas.

Learn helplessness pertama kali ditemukan secara tidak sengaja dengan percobaan pada anjing. Saat itu sang penemu (Seligman) hanya bermaksud mempelajari ulang teori classical conditioning dan operant conditioning. Teori ini menyatakan bahwa adanya pengalaman yang menyakitkan dan tidak bisa tertangani dengan berbagai upaya akan membuat anjing belajar tidak berdaya. Dengan paparan stimulus yang sama, anjing akan menjadi pasif (tidak berdaya).

Percobaan dibagi dalam 2 tahap dan dilakukan pada 3 grup anjing yang sama.
Percobaan tahap I
Grup A: dikurung dalam kandang selama periode tertentu, lalu dilepaskan.
Grup B: dikurung dalam kandang, diberi kejut listrik-->baru dilepaskan setelah berhasil menghentikan kejut listrik dengan menekan pengungkit.
Grup C: perlakuan mirip seperti grup B, tapi tidak ada pengungkit. Apapun yang dilakukan tidak bisa menghentikan kejut listrik. Baru dilepas jika Grup B berhasil menekan pengungkit.

Percobaan tahap II (dilakukan 24 setelah periode I)
Grup A, Grup B, Grup C: dikurung dalam kandang, diberi kejut listrik-->baru dilepaskan setelah berhasil menghentikan kejut listrik dengan melompat ke kandang sebelah melalui celah antara dinding pemisah.
Hasil percobaan tahap II: Grup A dan Grup B aktif mencari cara menghentikan kejut listrik, dan berhasil melakukannya, sedangkan Grup C hanya berdiam diri dan merintih.

Secara biokimia: kadar norepinefrin (cairan kimia) dalam otak Anjing Grup C selama percobaan menjadi berkurang. Keadaan ini membuat anjing menjadi tidak berdaya.

Seligman menyatakan bahwa anjing di Grup C telah belajar tidak berdaya (learn helplessness). Grup C belajar melalui pengalaman sebelumnya (percobaan tahap I) bahwa apapun yang dia lakukan, tidak akan bisa menghentikan kejut listrik. Dia hanya pasif menunggu berakhirnya kejut listrik. Teori ini tidak berlaku umum karena dari total anjing Grup C, 1/3 nya menunjukkan usaha (tidak berdiam diri) untuk menghentikan kejut listik.

Kelemahan teori Seligman: jeda antar tahap percobaan tidak dilakukan >48 jam dan tidak dilakukan pengulangan. Belakangan ditunjukkan bahwa setelah 48 jam, kadar norepinefrin kembali normal. Selain itu, anjing yang diberi paparan kronis kejut listrik belakangan tidak menjukkan penurunan kadar norepinefrin dalam otak.

Seligman percaya bahwa teorinya ini bisa menjelaskan fenomena depresi pada manusia. Mereka yang punya pengalaman serba-salah (tidak berdaya) dalam mengatasi permasalahan, akan cenderung belajar tidak berdaya (depresi). Belakangan, percobaan berbeda yang memiliki konsep serupa juga dilakukan pada bayi dan orang dewasa. Hasilnya pun mirip seperti diatas.

Walaupun belakangan dapat ditunjukkan bahwa teori Seligman punya kelemahan, namun keadaan ketidak berdayaan yang berefek jangka panjang bisa terjadi pada manusia. Hal itu bsa terjadi jika sudah terbentuk persepsi dan prediksi ketidakberdayaan dalam pikiran yang didasarkan pada pengalaman ketidakberdayaan.

Selain itu, untuk menjelaskan fenomena teori learn helplessness yang kemunculannya pada manusia bervariasi (bsa spesifik untuk kondisi tertentu atau bsa jadi umum untuk berbagai kondisi), ilmuwan lain (Weiner) mengeluarkan attribution theory. Attribution theory menyatakan kemunculan keadaan tidak berdaya tergantung pada tipe masing-masing orang.
*Tipe optimis: memandang ada kunci untuk penyelesaian masalah (walaupun awalnya kunci pemecahan masalah belum bisa ditemukan) dan tidak menggeneralisir permasalahan--> lebih bsa mencegah belajar tidak berdaya;
*Tipe pesimistik: memandang tidak ada kunci untuk penyelesaian masalah dan menggeneralisir permasalahan--> lebih rentan belajar tidak berdaya.

Nah, setelah mengetahui teori2 di atas, kita bsa mengambil pelajaran bahwa ada baiknya kita percaya bahwa setelah kesulitan ada kemudahan (atau dibalik masalah ada kunci penyelesaiannya). Setidaknya hal ini berguna untuk mencegah kita dari ketidakberdayaan ataupun depresi. Amin.

Sabtu, 07 Agustus 2010

BEASISWA SEBAGAI SARANA PENDIDIK GENERASI PENERUS BANGSA


Keberadaan beasiswa sebagai alat untuk membantu para pelajar dari sisi ekonomi dalam melanjutkan pendidikannya sudah disadari oleh pemberi beasiswa dan masyarakat umum sejak lama. Hal ini tercermin langsung dari kebijakan pemberi beasiswa yaitu adanya salah satu kategori penerima beasiswa berupa kandidat penerima yang secara ekonomi dianggap tidak mampu. Respon positif yang timbul berupa banyaknya jumlah pelamar beasiswa pun menunjukkan bahwa beasiswa seperti ini dikenal luas di masyarakat. Tingginya antusias pelamar juga didukung oleh cukup mudahnya syarat pembuktian status ekonomi tidak mampu berupa keterangan tertulis dari pemerintah setempat mengenai status ekonomi keluarga disertai keterangan keadaan tempat tinggalnya. Tampaknya tidak dibutuhkan perjuangan yang cukup berat untuk mendapatkan beasiswa ini. Namun, hal ini dapat menjadi sarana untuk sedikit banyak memberikan pemahaman kepada pelajar bahwa adanya kepedulian dari pihak pemberi maupun pengelola beasiswa telah ikut berperan dalam menyukseskan kelanjutan pembelajaran mereka.

Selain itu, perlu disadari bahwa banyak pula beasiswa bagi kategori pelajar berprestasi yang untuk mendapatkannya dibutuhkan perjuangan lebih. Beasiswa seperti ini mensyaratkan kepada calon penerima beasiswa agar terlebih dahulu memiliki prestasi tertentu di bidang akademis ataupun non akademis. Apabila terdapat pembatasan kuota untuk penerima beasiswa tentu saja beasiswa ini makin bersifat kompetitif dan terkesan cukup sulit untuk didapatkan. Bahkan untuk mempertahankan beasiswa ini, prestasi lanjutan juga masih menjadi bahan pertimbangan utama. Hal yang wajar bila dikatakan bahwa prestasi ibarat harga mati untuk beasiswa seperti ini. Walaupun terkesan sulit, adanya beasiswa prestasi membawa banyak manfaat bagi pelajar yang dapat menyadarinya. Manfaat yang dapat diperoleh antara lain mendidik pelajar untuk mengidentifikasi potensi pribadi yang ada dan mengembangkannya agar dapat memenuhi kriteria kandidat penerima beasiswa. Dalam proses perjuangan untuk mendapatkan maupun mempertahankan beasiswa prestasi tersebut, banyak nilai positif yang akan dipupuk. Nilai yang akan dipupuk antara lain motivasi diri, perencanaan pencapaian target yang terukur dan terarah, penilaian objektif terhadap kekurangan maupun kelebihan diri sendiri, perbaikan kompetensi diri, kepercayaan diri, pengambilan keputusan, kemandirian, kreativitas, originalitas, komitmen serta tanggung jawab. Nilai-nilai tersebut lebih bersifat pribadi namun pencapaian prestasi berupa buah pikiran yang bisa dinikmati oleh masyarakat dapat berdampak luas. Hasil karya positif ini tentu saja akan membangun bangsa, baik langsung pada pelajar maupun tidak langsung pada masyarakat umum.

Jika direnungkan lagi, konsep keberadaan beasiswa ini tampaknya sesuai dengan semboyan yang dipakai alm Dr. H.C. Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional Indonesia yaitu “Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” (“Di depan menjadi teladan, di tengah membangun semangat, dari belakang mendukung”). Beasiswa prestasi yang membutuhkan perjuangan tinggi dan menuntut hasil karya yang berdampak luas akan mencetak pelajar penerima beasiswa menjadi teladan yang baik. Beasiswa prestasi yang membutuhkan prestasi akademis maupun non akademis tertentu namun tidak menuntut hasil karya yang berdampak luas tetap akan menjadi penyemangat bagi pelajar penerima beasiswa. Sedangkan beasiswa untuk kategori pelajar dengan ekonomi tidak mampu akan mendorong pelajar penerima beasiswa untuk mencegah gagalnya kelanjutan pendidikan akibat alasan keterbatasan ekonomi. Ketiga tipe beasiswa ini ada pada Program Beasiswa Unggulan yang dikelola oleh Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Mengingat pentingnya konsep beasiswa sebagai sarana pendidik generasi penerus bangsa, estafet program beasiswa perlu dilanjutkan dan didukung oleh berbagai pihak baik pemerintah, perusahaan melalui program CSR (corporate social responsibility), universitas, pelajar maupun masyarakat umum.

Kamis, 05 Agustus 2010

Mendisain Bayi/Anak

Kawan2, ada yg udah kepingin banget punya bayi? Ada yg udah membayangkan ciri2 apa yang diinginkan ada pada bayi idaman? Baik itu jenis kelamin, ciri fisik, kepribadian, bebas dari penyakit genetik, dll. Klo jawabannya ya, berarti kalian mulai berpikir tentang mendisain bayi. Nah, terkait dengan hal itu, disini akan gw bahas satu per satu.


Umumnya orang2 menganggap bahwa beruntung sekali pasangan yang bsa mendapatkan bayi laki2 dan bayi perempuan. Alasan subjektif? Demi meneruskan garis keturunan Ayah (marga), demi menjaga keluarga (tipikal untuk bayi laki2); demi meneruskan garis keturunan ibu sehingga dapat pengakuan sebagai saudara(adat Minang), demi mencetak Miss Indonesia/Miss Universe masa depan, demi menemani+membantu beres2 di rumah (tipikal untuk bayi perempuan); biar menjadi keluarga yang lengkap dan rukun (bayi laki2 dan perempuan cenderung tidak berkelahi), dll (silahkan dikarang sendiri). Alasan objektifnya? Memiliki sepasang bayi laki2 dan perempuan berarti menjaga kelestarian Kromosom Seks Ayah sebesar 100% (yaitu kromosom X dan kromosom Y), ada penyakit tertentu yang cenderung bermanifestasi pada anak laki2 sehingga menyulitkannya mendapat beberapa pekerjaan (misal buta warna dilarang menjadi dokter, insinyur, pengumpul tol, dll), dst yg belum terpikirkan. Didorong oleh alasan2 itu kta berupaya menentukan jenis kelamin bayi. Caranya? Masing2 orang tentu punya tips. Ada yg melakukan manuver / perilaku tertentu sebelum, saat atau setelah 'berhubungan'. Adapula yang mengatur waktu yang tepat untuk melakukannya (misalnya: untuk mendapat bayi perempuan maka hubungan dilakukan pada 14 hari sebelum tanggal haid berikutnya biasa terjadi). Dosen Ilmu Faal Kedokteran di kampus saya percaya bahwa untuk mendapat anak perempuan maka tugas pria ialah membuat sang istri mengalami orgasme yang asli/tidak dibuat-buat (Dosen saya mempraktekannya sendiri dan terbukti anaknya semua perempuan). Terlepas dari itu, sains telah mengungkap bahwa jenis kelaimin bayi ditentukan oleh jenis sperma Ayah yang berhasil membuahi sel telur ibu. Jika sperma Ayah membawa kromosom X maka akan tercipta bayi perempuan; jika sperma Ayah membawa kromosom Y maka akan tercipta bayi laki-laki. Di Amerika sudah ada teknologi untuk memisahkan kedua jenis sperma ini (berbeda secara ukuran dan kecepatan bergerak) agar secara selektif bsa dipertemukan dengan ovum. Mengingat hal ini membutuhkan jasa Calo perantara (baca: sang ilmuwan) dengan teknologi canggih, maka biaya yang diperlukan tidaklah sedikit.


Lalu, bagaimana mendisain fisiknya? Ya, mengingat saat ini teknologi penyisipan gen artifisial pembawa sifat tertentu masih dilarang pada manusia, maka potensi sifat fisik anak masih tergantung pada kombinasi fisik kedua orangtuanya. Namun, ada 1 aspek fisik yang bsa ditambah secara signifikan. Itu adalah tinggi badan. Caranya: datanglah ke dokter Anak ahli Endokrin dan minta suntikan Hormon Pertumbuhan diberikan saat anak sedang dalam masa pertumbuhan. Selain itu, ingatlah untuk memberikan asupan nutrisi dan stimulasi fisik yang optimal pada anak demi mendukung pertumbuhan fisik yang optimal.


Bagaimana dengan kepribadian? Perkembangan bayi tergantung dari kasih sayang dan stimulasi fisik (melatih dengan memberikan contoh praktis) dari orangtuanya. Jika ingin kepribadiannya baik, maka berikan pelayanan optimal tersebut padanya sejak bayi. Agar tidak berlebihan, mintalah nasihat dari dokter/praktisi pendidikan bayi dan anak. Hingga saat ini pendapat yang berkembang dikalangan para ahli kejiwaan di seluruh dunia ialah pengalaman masa bayi dan anak2 memberikan pengaruh dominan (bisa + atau -) pada perkembangan kepribadian. Hal ini akan menjadi komponen dari kepribadian yang terbentuk kelak dan akan dibawa terus seumur hidupnya. Contohnya: Kecenderungan anak mengalami gangguan konsentrasi dan perilaku hiperaktif akan meningkat pada anak yang mendapat paparan >1 bahasa di usia di bawah 2 tahun. Contoh lain: di usia 4 tahun anak sudah punya preferensi (kecenderungan) menilai orang dari warna kulit (misal: kulit gelap dikonotasikan negatif, kulit putih dikonotasikan positif). Jadi, orang tua sebaiknya benar2 berperan dalam pengasuhan dan pendidikan anak sejak dini agar bsa menanamkan nilai2 baik/kebenaran yang universal pada anak.


Hal yang terakhir adalah pertimbangan untuk bebas dari penyakit genetik. Penyakit genetik cenderung dihindari keberadaanya oleh para orang tua. Alasannya beragam, yaitu: bsa menyengsarakan kehidupan anak (mengakibatkan cacat, meningkatkan risiko kematian usia dini, menjadi sasaran stigma negatif masyarakat), bsa menyengsarakan orangtua (biaya pemeliharaan kesehatan, dan pendukung tumbuh kembang optimal yang mahal), dan bsa menyengsarakan keluarga besar (menjadi beban keluarga besar). Lalu bagaimana cara mencegahnya? Kalian bsa melakukan skrining genetik pra pernikahan, adopsi bayi/anak yang sudah terbukti sehat genetik (dari riwayat keluarga dan pemeriksaan petugas medis), atau menerapkan sewa ibu pengganti (sperma ayah dipertemukan dengan ovum wanita lain lalu ditanamkan ke rahimnya; untuk menghindari sifat penyakit genetik yang dibawa ibu), atau menggunakan metode PGD ((pregestasional/prenatal) genetic diagnosis/ diagnosis penyakit genetik sebelum kehamilan/ sebelum lahir). Sifat genetik embrio (hasil kombinasi sperma dan ovum) bsa diketahui sejak dini dengan mengambil 1 copy kromosom pada awal masa embrionik (morula/blastula). Bsa juga mengetahuinya dengan melakukan analisis jaringan hasil amniosentesis (saat janin dalam kandungan). Dengan deteksi dini tersebut, hasil informasi bsa jadi pertimbangan untuk meneruskan/menggagalkan upaya pembuatan bayi.


Nah, itulah fakta2 dan cara2 ilmiah yang saya ketahui hingga saat ini. Ada yang tertarik/tertantang untuk mencoba? Jika memang ada dan itu adalah Anda, maka Anda akan turut berpartisipasi menambah khasanah penerapan sains dalam peradaban manusia masa kini. Mengingat kebanyakan teknologi tersebut masih baru, maka Anda bsa dikenal sebagai pelopor. Selamat mencoba dan semoga berhasil. Wasalam.

Senin, 02 Agustus 2010

Bahaya Alergi dan Penanggulangannya

Apa yang kalian bayangkan jika mendengar kata alergi? Mungkin kebanyakan akan terpikir alergi obat, alergi makanan, alergi minuman dan alergi debu. Apalagi? Yang jarang terpikir ialah alergi serbuk sari, alergi bisa tawon, alergi tanaman beracun, dan alergi lateks (bahan pembuat plastik/karet). Lalu untuk apa kita peduli terhadap alergi dan berbagai penyebabnya? Bacalah baik-baik tulisan berikut ini karena gw akan coba menjelaskan.


Alergi adalah reaksi dari sistem imun tubuh yang berlebihan saat ada benda asing yang masuk/ berkontak erat dengan tubuh. Dikatakan berlebihan karena sebenarnya benda asing itu tidak berbahaya untuk kita, namun kehadirannya ditanggapi berlebihan oleh sistem imun kita. Mau bukti? Sekarang pikirkan apa sih bahayanya antibiotik, susu, kacang, gandum, daging, karet/plastik untuk kita. Sederhananya ga bahaya kan. Tapi tubuh orang yang punya alergi bisa menanggapinya dengan reaksi ekstrim. Dimulai dari gatal dan merah di kulit, hidung tersumbat, mata merah, kepala pusing, rasa tidak nyaman di perut, sesak nafas, hingga bsa berujung pada kehilangan kesadaran, gagal nafas bahkan kematian. Reaksi yang paling berat ialah reaksi anafilaktik. Pasien yang mengalaminya bsa sampai kondisi syok yang jika tidak segera diatasi bsa menuju pada kematian. Untuk lebih bsa merasakan keadaan emosinya, tanyalah teman/keluarga yang pernah mengalami kejadian alergi hingga sesak. Rasanya benar2 ga karuan deh. Bukan hanya untuk penderita alergi, tapi juga untuk orang yang ada di dekatnya (pengantar) dan para petugas kesehatan yang ingin menolongnya. Bayangkan apa yang akan dilakukan keluarganya klo tau anaknya yang tercinta tidak bisa ditolong hanya karena sakit setelah makan kacang. Keluarga bisa kalap dan menyalahkan semua orang yang ada di dekat anaknya di saat genting tapi ga bsa menolongnya.


Lalu, bagaimana kita bsa mencegah hal2 itu agar tidak terjadi? Bagaimana tindakan kita jika hal2 itu terlanjur terjadi? Prinsipnya: reaksi alergi timbul jika ada alergen (agen penyebab alergi). Jadi, penderita harus waspada atas hal2 yang sebelumnya pernah memicu reaksi alerginya (walaupun reaksinya ringan) dan teman/orang dekat/petugas kesehatan harus menanyakan riwayat alergi jika akan memberikan substansi yang berpotensi alergi. Lebih bagus lagi jika penderita alergi atau orang yang berpotensi alergi (keturunan dari orang tua yang punya riwayat alergi) melakukan tes alergi pada kulit. Pergilah ke klinik yang menyediakan pelayanan pemeriksaan alergi. Jika sudah tahu hasilnya, sebaiknya diingat2 untuk menjauhi alergen. Untuk anak2 bahkan bsa diberi kalung berisi tulisan peringatan alergi, sehingga orang lain tidak sembarangan memberikan sesuatu pada anak itu. Untuk yang pernah mengalami reaksi anafilaktik, sebaiknya membawa obat anti alergi (bsa antihistamin atau metil predisolon), bronkodilator (salbutamol) dan suntikan berisi adrenalin. Kalau2 terjadi reaksi yang mengarah pada anafilaktik, bsa segera diberi suntikan adrenalin. Jika reaksi alergi terlanjur terjadi dan ditakutkan keadaan penderita makin memburuk, segera bawa ke RS terdekat. Sedia payung sebelum hujan.


Apakah RS menjamin pasien bebas dari reaksi alerginya? Biasanya ya, tapi hal ini tidak berlaku bagi alergi lateks. Seperti kita tahu, banyak alat2 kedokteran yang terbuat dari lateks. Antara lain: sungkup nafas, karet tensi, handscoon, IV catheter, segala macam tube (termasuk yang untuk intubasi), dan hal2 lain yang saat ini belum terpikirkan. Bagaimana pasien alergi lateks yang mengalami syok anafilaktik bsa tertolong jika semua alat medis yang tertempel di badannya adalah alergen (penyebab reaksi alergi)? Cobalah renungkan. Walaupun kawan2 mungkin belum pernah mengalami/menyaksikan kasus ini. Amat ironis bukan? Sebenarnya ini bsa diatasi. Gunakan saja alat2 medis yang tidak menyebabkan reaksi itu (tidak terbuat dari lateks). Kalau tidak ada di Indonesia (ataupun di rumah sakit pusat rujukan nasional), saya sarankan sebaiknya segera memesannya sekarang. Coba pesan ke Eropa atau Amerika. Sepertinya mereka punya, walaupun terbatas.